Berdasarkan sejarah atau riwayat yang penyusun peroleh secara lisan dari beberapa orang tua dan tokoh masyarakat Gampong (Kampung/Desa) Kuta blang yang saat ini mereka telah banyak yang meninggal dunia, oleh merekapun riwayat tentang Gampong Kutablang diperoleh secara turun menurun, hal ini dikarenakan tidak adanya bukti tertulis mengenai sejarah Gampong Kutablang pada masa itu. Namun demikian cerita turun temurun itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena didukung oleh bukti-bukti sejarah yang saat ini masih terjaga.
Hingga saat ini tidak diketahui persisnya siapa orang pertama yang memberikan nama Gampong ini dengan nama Kutablang dan tahun berapa secara resmi menjadi sebuah Gampong. Menurut riwayatnya Gampong Kutablang telah ada kira-kira pada abad ke 18 atau sekitar tahun 1824 disaat Sultan Muhammadsyah berkuasa sebagai Sultan Aceh. Pada masa itu Gampong Kutablang belum berbentuk sebuah Gampong yang definitive tetapi tergabung dengan Gampong tetangga yang di pimpin langsung oleh seorang Hulu Blang yang ditunjuk oleh Sultan Aceh yang berkedudukan di Lhokseumawe.
Gampong Kutablang merupakan salah satu Gampong tertua di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara bahkan sebagian orang tua Gampong meyakini bahwa Gampong Kutablang telah ada pada masa kerajaan Samudera Pasai. Pada tahun 1816 oleh Sultan Aceh disaat itu mengutuskan seorang Hulu Balang dari Banda Aceh (masa itu bernama Kutaraja) namanya Tuanku Karoot untuk menjadi Maharaja pertama Lhokseumawe dan beliau sebagai Maharaja/ Hulu Balang menetap tinggal di Gampong Mon Geudong (tetangga Kutablang sekarang) untuk memimpin wilayah Lhokseumawe yang terdiri dari beberapa Gampong yang penduduknya saat itu masih sedikit dan disatukan di bawah satu Hulubalang.
Menurut riwayat dari orang tua yang penyusun peroleh secara lisan bahwa Gampong Kutablang sebelum berdiri sendiri menjadi Gampong, sekitar tahun 1826 masih bergabung dengan Gampong Mon Geudong di bawah satu Hulubalang karena disaat itu belum ada Petua-petua yang ditunjuk secara resmi begitu pula dengan Gampong-gampong lainnya pada umumnya di Aceh, juga karena faktor jumlah penduduk yang belum mencukupi untuk di bentuknya sebuah Gampong yang berdiri sendiri. Beberapa tahun kemudian setelah perkembangan penduduk mulai bertambah maka oleh beberapa orang cerdik pandai mulai timbul ide dan keinginan untuk membentuk sebuah Gampong yang definitif dan di pimpin oleh seorang Petua atau Keuchik.
Setelah bermusyawarah bersama Cerdik pandai yang ada dalam Gampong kemudian diteruskan kepada Hulu Balang di Lhokseumawe supaya wilayah Kutablang dapat disetujui menjadi sebuah Gampong terpisah dengan Gampong Mon Geudong dan mempunyai Petua tersendiri sebagai Kepala Pemerintahan karena faktor pendukung untuk persyaratan menjadi Gampong telah memenuhi syarat, terutama faktor penduduk dan mempunyai wilayah serta sumberdaya manusia yang handal untuk calon-calon Pemimpin/Petua di Gampong.
Juga semakin banyaknya masyarakat luar yang mulai berdatangan ke Lhokseumawe khususnya ke Gampong Kutablang secara migrasi dari berbagai latar belakang profesi sehingga Lhokseumawe saat itu sudah mulai ramai kerena perdagangan melalui laut telah meningkat terutama dengan Malaya, Cina dan India. Dan keberadaan Krueng (sungai) Cunda yang sebagiannya berada di wilayah Kutablang merupakan tempat singgahan kapal tongkang dari luar yang membawa barang-barang dagangan ke Lhokseumawe.
Atas pertimbangan itulah kemudian oleh Hulubalang sebagai Kepala Pemerintahan wilayah timur menerima usulan tersebut dan sejak itu terpisahlah Gampong Kutablang dengan Mon Geudong dan menjadi satu Gampong yang berdiri sendiri namun tetap dalam Wilayah Hulubalang Lhokseumawe.
Setelah adanya persetujuan menjadi Gampong maka oleh beberapa orang cerdik pandai yang ada disaat itu mulai memikirkan untuk memilih sebuah nama yang baik dan bermakna untuk di tabalkan pada Gampong pemekaran yang baru lahir.
Setelah beberapa lama bermusyawarah/mufakat timbullah gagasan dan ide-ide yang positif untuk diajukan dan diusulkan kepada Hulubalang agar nama tersebut disetujui oleh Sultan Aceh yang berkedudukan di Banda Aceh, kemudian oleh beberapa orang yang bertindak sebagai pemrakarsa pemekaran Gampong mengajukan sebuah nama yang indah dan bermakna jika diartikan dan di kaitkan dengan factor lingkungan dan sejarahnya Gampong tersebut dan nama apakah Gerangan yang akan di tabalkan oleh pemrakarsa yang mempunyai idealis yang up to date di zamanya sesuai dengan ilmu dan pendidikannya di saat itu. Maka oleh pemakarsa dengan persetujuan bersama beberapa cerdik pandai memberi nama KUTABLANG untuk menjadi nama Gampong yang baru di mekarkan tersebut dengan alasan pertimbangan dan mempunyai artinya secara Historis sebagai berikut:
Kata-kata Kuta Blang mempunyai dua suku kata, diantaranya Kuta dan Blang, yang menurut bahasa Aceh adalah: Kuta artinya benteng pertahanan atau Meuligo sebagai rumah tempat tinggal Hulubalang atau Raja karena tempo dulu di Kutablang memiliki Sawah-sawah (Blang) penduduk yang letaknya berdekatan dengan Meligo/Kuta tempat tinggalnya Hulubalang bersama keluarganya, maka nama KUTABLANG di tetapkan untuk digunakan sampai sekarang, dan nama tersebut tetap abadi sepanjang masa sebagai nama yang indah dan mempunyai arti dan makna yang mendalam jika di tafsirkannya sesuai dengan kondisi Geografis dan histoeisnya karena setelah Maharaja pertama Tuanku Karoot mangkat digantikan oleh Hulubalang atau Maharaja kedua yang bernama T. Muhammad Said merupakan utusan Sultan Aceh. Tidak berapa lama beliau berkuasa sebagai Hulubalang atau Mangkubumi yang berkedudukan di Gampong Kutablang sebagai Hulubalang Lhokseumawe telah banyak berbuat untuk kemajuan Lhokseumawe dalam segala bidang, kemudian disaat Belanda masuk ke Aceh khususnya Lhokseumawe terjadi agresi rakyat Aceh terhadap Pemerintah Belanda maka T. Muhammad Said bersama salah seorang putranya T. Abdul Hamid beserta beberapa orang pengikut setianya memilih bergerilya kehutan gunung Geuredong Pasee karena beliau tidak mau bergabung untuk bekerja sama dengan Pemerintah Belanda untuk memimpin Pemerintahan sebagai Hulu balang di Lhokseumawe, karena beliau tetap berjiwa besar sebagai pejuang tetap membuat perlawanan terhadap Pemerintah Belanda yang berada di Lhokseumawe dan Aceh. Mereka tetap mennyusun strategi perang gerilya bersama pengikutnya di pedalaman hutan Gunung Geurudong Pasee Aceh Utara. Sampai akhir hayatnya beliau tetap mempertahankan dirinya di hutan Gunung Geurudong Pasee.
Kemudian disaat Sultan Aceh dijabat oleh Sultan Djauhar Alam sekitar tahun 1816 menghentikan perlawanan terhadap Pemerintah Belanda karena situasi Aceh sudah mulai aman dan peperangan sudah agak mereda maka Pemerintah Belanda mulai khawatir karena Hulubalang sebagai Kepala Pemerintahan belum ada penggantinya. Selanjutnya oleh Pemerintah Belanda mencari jalan keluar disaat terjadinya kemelut kepemimpinan yang tengah kosong, rupanya oleh Pemerintah Belanda menghubungi salah seorang anak T. Muhammad Said yaitu T. Abdullah atau T..Po.Rayeuk, agar segera menghimbau kepada T. Abdul Hamid yang masih berada di hutan Gunung Geurudong Pasee untuk segera turun ke Lhokseumawe untuk selanjutnya di angkat sebagai Hulubalang Lhokseumawe namun permintaan abangnya tetap di tolak karena dianggap sebagai politik Belanda dan dia khawatir karena jaminan keselamatan tidak ada.
Setelah beberapa lama mempertimbangkan atas persetujuan Sultan Aceh beliau bersedia turun Gunung dan pada tahun 1903 beliau di nobatkan sebagai Hulubalang Lhokseumawe yang ke 3 dan berkedudukan Meuligo (rumah) Hulubalang yang sekarang terletak di jalan Maharaja Dusun dua Gampong Kutablang Lhokseumawe, Rumah atau Meuligo tersebut di bangun di atas tanah seluas 4000 m termasuk taman bunga, dan kebun buah-buahan untuk konsumsi Rumah tangganya sendiri. Selanjutnya oleh Pemerintah Belanda kepadanya di beri gelar sebagai SRI MAHARAJA MANGKUBUMI ORANG KAYA ABDUL HAMID atau dalam bahasa Belanda disebut dengan panggilan ZELFBESTTUUDER, atau Hulubalang. Dan dimasa T.Maharaja Abdul Hamid berkuasa Lhokseumawe dan Gampong Kutablang sekitarnya sudah mulai makmur rakyat patuh kepada Pemimpin kehidupan Sosial dan keagamaan tetap terlaksana dengan baik, karena beliau merupakan seorang Hulubalang yang taat dan alim lagi murah hati serta penuh kasih saying terhadap warga masyarakat dan beliau sangat memperhatikan orang-orang lemah di sekitarnya.
Menurut riwayat di masa T. Maharaja Abdul Hamid berkuasa sekitar tahun 1904 dan seterusnya Gampong Kutablang mulai megah dan termasyhur ke luar daerah lain seperti Penang, India juga Cina, dan mulai di buka hubungan perdagangan melalui laut yang dirintis oleh Maharaja untuk melakukan pengiriman barang hasil bumi keluar Negeri dan dari Negeri Cina membawa barang-barang pecah belah sedangkan dari India dikirim barang-barang keperluan bahan dapur begitu pula dari Penang, maka pada saat itu orang-orang Lhokseumawe dan Kutablang sudah mulai bepergian keluar negeri terutama ke Penang dan Malaka untuk berniaga.
Dimasa pemerintahan Hulubalang Maharaja Abdul hamid berkuasa masyarakat Kutablang dan Lhokseumawe sekitarnya sangat patuh terhadap Kepemimpinannya karena beliau dianggap sebagai sosok Pemimpin yang bersosial tinggi dan pemurah, maka sebagai Petuah orang tua mengatakan Rakyat Patuh Kerana Pemimpin Jujur, begitulah sifat –sifat kepemimpinan yang di miliki oleh T. Maharaja Mangkubumi Abdul Hamid dalam memimpin rakyatnya dan sampai sekarang namanya masih dikenang oleh masyarakat Kutablang Lhokseumawe dan Aceh sekalipun.
Kepemimpinan beliau disamping di senangi dan disegani oleh masyarakat juga sangat dikagumi oleh Pemerintah Belanda, sehingga nama Maharaja Mangkubumi Abdul Hamid atau sering di juluki oleh orang Aceh sebagai Maharaja Lhok karena sistim kepemimpinannya yang merakyat, bijaksana serta mempunyai disiplin yang tinggi, sehingga masyarakat sebagai rakyat tidak ada yang terzalimi.
Dan saat menjelangnya hari-hari besar atau pada akhir tahun beliau melaksanakan acara-hiburan rakyat beruapa kesenian-kesenian Aceh untuk menghiburi rakyatnya secara gratis yang selalu diadakan di lapangan depan Masjid Baitul Huda Gampong Kutablang Lhokseumawe, sehingga pada malam hari seluruh warga masyarakat tumpah ruah mengunjungi acara hiburan tersebut juga Maharaja mengikuti acara itu sampai selesai.
Berbagai bukti sejarah tentang kedudukan MAHARAJA di Gampong Kutablang sampai saat ini masih didukung oleh fakta-fakta yang masih ada walaupun sebagian telah menjadi kenangan dan renungan oleh anak dan cucu serta rakyatnya yang masih menetap tinggal di Kelurahan Kuta Blang ini. Salah satu yang masih ada tanah bekas Kraton/Meuligo/istana beliau yang terletak di Jalan Maharaja Dusun II Kutablang, dan Kraton tersebut saat ini sudah beralih kepada pihak lain karena di jual oleh ahli warisnya, dan bangunan tersebut telah dihancurkan untuk dibangun rumah dan bangunan lainnya oleh pemiliknya yang baru. Kemudian sabagai bukti pendudukung lainnya dapat kami jelaskan bahwa masih ada peninggalan sebuah meriam kuno yang sampai saat ini terawat dengan baik di depan Mesjid Baitul Huda Gampong Kutablang. (sekarang di depan Pustu Kuta Blang)
Konon menurut cerita dari orang-orang tua meriam tersebut masih menyimpan sesuatu misteri yang oleh beberapa orang tua masih mempercayainya tentang adanya misteri tersebut. Karena secara fakta telah terbukti beberapa tahun yang lalu oleh beberapa orang tokoh gampong Kuta Blang pernah memindahkan meriam tersebut ke tempat lain dengan cara mengangkat secara beramai-ramai ke dalam sebuah truk untuk dibawa ke tempat lain dan anehnya meriam tersebut telah terangkat sehingga tidak dapat dinaikkan ke dalam truk yang membawanya dan ini telah beberapa kali dicoba kembali, dan akhirnya meriam tersebut masih selamat sampai sekarang menetap tinggal di depan Mesjid Baitul Huda Kuta Blang dan meriam tersebut merupakan barang purbakala dan sangat berharga dan sangat langka untuk diperoleh semacam meriam kuno tersebut.
Maka sangatlah wajar jika ada diantara orang tua sampai sekarang masih mengenang masa-masa kepemimpinan Hulubalang T. Maharaja Orang Kaya Mangkubumi Abdul Hamid, yang memangku jabatan sebagai Maharaja Lhokseumawe menggantikan ayahnya T. Maharaja Muhammad Said. Beliau berkuasa untuk menjadi Hulubalang atau istilah lain dengan panggilan Ampon Syik oleh orang-orang Aceh di zamannya juga sebagai penguasa di wilayah timur Aceh.
Sepeninggal Hulubalang T. Maharaja Abdul Hamid, Gampong Kutablang selanjutnya dipimpin oleh orang-orang pilihan yang memegang teguh amanah sebagai pemimpin sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Berikut adalah nama-nama Keuchik/Petua/Lurah yang pernah memimpin Kuta Blang:
No.
|
Nama
|
Tahun Menjabat
|
Ket
|
1
|
PETUA USUH
|
1908 – 1911
|
Almarhum
|
2
|
PETUA ABBAS
|
1912 – 1922
|
Almarhum
|
3
|
PETUA BUGAM
|
1923 – 1926
|
Almarhum
|
4
|
PETUA DIN
|
1927 – 1938
|
Almarhum
|
5
|
PETUA AMPON
|
1939 – 1946
|
Almarhum
|
6
|
PETUA SABI
|
1947 – 1953
|
Almarhum
|
7
|
TGK. DAUD UMAR
|
1954 – 1955
|
Almarhum
|
8
|
TGK. M. ALI
|
1956 – 1957
|
Almarhum
|
9
|
PETUA SABI
|
1967 – 1960
|
Almarhum
|
10
|
TGK. USMAN AGAM
|
1960 – 1972
|
Almarhum
|
11
|
M. ADAM IBRAHIM
|
1972 – 1973
|
Almarhum
|
12
|
T. JOHAN ARIFIN
|
1973 – 1974
|
Almarhum
|
13
|
M. AGUS SOFYAN
|
1978 – 1980
|
Almarhum
|
14
|
SAFAUDDIN ITAM
|
1980 – 1994
|
Almarhum
|
15
|
RAIDIN PINIM, Amd
|
1995 – 1996
|
Bupati Aceh Tenggara
|
16
|
MUHAMMAD DAUD.BA
|
1997 – 1998
|
Almarhum
|
17
|
A.HARIS, S,Sos
|
1999 – 2002
|
Kabag Pemko LSM
|
18
|
T. FAUZAN
|
2003 – 2004
|
Sekretaris Tuha Peuet
|
19
|
RIDWAN
|
2006 – 2007
|
Almarhum
|
20
|
H. RASYIDIN.BA
|
2007 – 2009
|
Almarhum
|
21
|
MUNIRUDDIN, S.Sos
|
2009 – 2010
|
Kantor Camat B. Sakti
|
22
|
T. AZMI HAJIRHI, ST
|
2010 – 2013
|
Wiraswasta
|
23
|
MUHAJIR
|
2013 – 2014
|
Penjabat Sementara
|
24
|
WARDIAH
|
2014- 2015
|
Penjabat Sementara
|
25
|
MUHAMMAD YULIZAR, S.E.
|
2015 - 2017
|
Wiraswasta
|
26
|
WARDIAH
|
Mei-Des 2017
|
Penjabat Sementara
|
27
|
ABDUL LATHIEF, S.STP,MSM.
|
Jan-Jun 2018
|
Penjabat Sementara
|
28
|
MUZAKKIR WALAD, S.Pd.I.
|
Sekarang
|
Periode 2018-2024
|